RONIS memang, ketika sedang digalakkan pentingnya pendidikan
berbasis budaya, pelajaran Bahasa Sunda di sekolah-sekolah yang ada
di Bekasi, Depok, dan Tangerang, akan dihapuskan. Pernyataan itu
diungkapkan langsung oleh Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan saat
bersilaturahmi dengan kalangan tokoh masyarakat di Hotel Horison,
Minggu (1/2).
Apa yang akan dilakukan gubernur tentu sebagai reaksi atas usulan-
usulan yang sebelumnya disampaikan oleh sebagian guru-guru di sana.
Ketiga daerah yang berbatasan langsung dengan Provinsi Daerah Khusus
Ibukota (DKI) Jakarta, bahasa kesehariannya memang bahasa Indonesia
yang kebanyakan berdialek Betawi. Sehingga kalaupun mereka harus
memaksakan berbahasa Sunda, logatnya pun ngejemplak sekali, tidak
halus seperti orang-orang Sunda yang berada di Bandung dan
sekitarnya.
Tentunya kalau hal ini benar-benar terjadi, pelajaran bahasa Sunda
dihapuskan di sekolah-sekolah yang ada di ketiga daerah tersebut,
menunjukkan bahwa budaya Sunda akan semakin "tergusur" di daerahnya
sendiri. Kenapa tidak diupayakan sebaliknya, ketiga daerah yang
berbatasan dan sebagian masuk wilayah Jawa Barat tetap
mempertahankan pelajaran tersebut di sekolah-sekolah, bahkan lebih
dikembangkan lagi. Kalaupun menjadi tidak menarik bagi orang-orang
di sana, mungkin cara penyampaiannya yang terlalu monoton dan
pengajarnya kurang mengikuti perkembangan tradisi kesundaan.
Kita tentu sangat prihatin kalau pelajaran bahasa Sunda di daerah-
daerah tersebut benar-benar jadi dihilangkan. Bahasa Sunda yang
merupakan "gerbang" untuk lebih mengetahui budaya Sunda, dalam
kondisi yang demikian tentunya menunjukkan semakin melemahnya
kecintaan kita terhadap budaya sendiri.
Kita sekarang ini memang tengah berada dalam perbenturan budaya yang
sangat luar biasa. Tarik menarik kepentingan budaya, terutama lokal
dengan yang dari luar tengah terjadi.
Kita tahu seperti apa wajah sesungguhnya budaya masyarakat Indonesia
saat ini? Agaknya, tak begitu mudah melukiskannya. Kadang tampak
khusyuk dan religius. Tapi tiba-tiba muncul panorama serbametal dan
ingar-bingar. Kesalehan dan kebrutalan seolah berjalan beriringan,
kadang tampil sama-sama populer dan semarak. Paradoks budaya tengah
berlangsung seolah saling memperebutkan hegemoni kultural.
Dalam kondisi yang demikian, budaya Sunda seharusnya bisa jadi
pedoman berperilaku bagi urang sunda. Dalam pandangan hidup urang
Sunda, katanya, ada istilah cageur, bageur, bener, pinter, singer,
maher tur moher.
Menurut pakar pendidikan dan kebudayaan, Prof. Dr. H. Engkoswara,
M.Ed., kenyataan menunjukkan, manusia yang melaksanakan budaya Sunda
seperti cageur, bageur, bener, pinter, singer, maher tur moher,
tidak kurang pangan, sandang, papan sehingga hidup cukup yang
berbahagia lahir batin.
Artinya, dengan konsisten menjalankan kebiasaan hidup dengan
mengimplementasikan nilai-nilai budaya Sunda, kita tidak perlu
khawatir menjadi orang yang ketinggalan zaman. Lalu, kenapa tidak
lebih ditumbuhkembangkan? **
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar